soal ukmppd

Soal Terkait Sistem Saraf

Soal 1

Seorang pria, 38 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan mulutnya terasa mencong ke kanan sejak 2 hari lalu. Pasien mengaku sulit menutup mata kiri dan air liur sering keluar dari sudut mulut. Tidak ditemukan gangguan bicara atau kelemahan anggota gerak. Riwayat hipertensi dan diabetes disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan asimetri wajah saat tersenyum, sulkus nasolabialis kiri menipis, dan tidak dapat mengerutkan dahi kiri. Tekanan darah 120/80 mmHg, pemeriksaan neurologis lain dalam batas normal.

Manakah terapi awal yang paling tepat untuk pasien ini di pelayanan primer?

a. Pemberian asiklovir oral selama 7 hari
b. Merujuk segera ke rumah sakit terdekat
c. Pemberian prednison oral selama 7 hari
d. Pemberian vitamin B12 dosis tinggi
e. Pemberian antibiotik amoksisilin-clavulanat

PEMBAHASAN
Penjelasan opsi jawaban:

A. Pemberian asiklovir oral selama 7 hari → Salah, karena terapi antivirus tidak direkomendasikan sebagai tatalaksana utama pada Bell’s palsy tanpa disertai bukti infeksi virus herpes.
B. Merujuk segera ke rumah sakit terdekat → Salah, karena Bell’s palsy tanpa tanda kegawatan neurologis dapat ditangani di pelayanan primer dengan terapi farmakologis awal.
C. Pemberian prednison oral selama 7 hari → Benar, karena terapi utama dan terbukti efektif pada Bell’s palsy adalah kortikosteroid oral yang diberikan sedini mungkin untuk mengurangi inflamasi dan mempercepat pemulihan fungsi saraf fasialis.
D. Pemberian vitamin B12 dosis tinggi → Salah, karena vitamin B12 tidak terbukti mempercepat perbaikan pada Bell’s palsy sebagai monoterapi.
E. Pemberian antibiotik amoksisilin-clavulanat → Salah, karena Bell’s palsy umumnya bukan disebabkan oleh infeksi bakteri, sehingga antibiotik tidak diindikasikan.

Kunci jawaban: C.

Soal 2

Seorang anak laki-laki usia 9 tahun dibawa ke IGD puskesmas setelah mengalami kejang sejak 30 menit yang lalu. Orang tua mengatakan kejang tonik-klonik menyeluruh tanpa sadar dan belum pernah berhenti sejak awal. Tidak ada riwayat trauma kepala atau demam. Pada pemeriksaan, pasien tidak sadar, gerakan kejang masih berlangsung, dan saturasi oksigen 92%. Pasien belum mendapat terapi apapun sebelum tiba di IGD.

Manakah tatalaksana awal yang paling tepat pada kasus di atas di pelayanan primer?

a. Memberikan fenitoin intravena dosis awal
b. Memberikan diazepam rektal dosis awal
c. Memberikan oksigen dan diazepam intravena dosis awal
d. Melakukan intubasi endotrakeal segera
e. Memberikan asam valproat intravena dosis awal

PEMBAHASAN
Penjelasan opsi jawaban:

A. Memberikan fenitoin intravena dosis awal → Salah, karena fenitoin diberikan bila kejang tidak terkontrol setelah terapi benzodiazepin, bukan sebagai terapi awal.
B. Memberikan diazepam rektal dosis awal → Salah, karena diazepam rektal diberikan jika akses intravena sulit, sementara pada kasus ini akses intravena memungkinkan.
C. Memberikan oksigen dan diazepam intravena dosis awal → Benar, karena terapi awal status epileptikus di pelayanan primer adalah pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia, diikuti benzodiazepin intravena (diazepam) sebagai lini pertama.
D. Melakukan intubasi endotrakeal segera → Salah, karena intubasi hanya diindikasikan pada henti napas atau jalan napas terancam, bukan langkah awal standar.
E. Memberikan asam valproat intravena dosis awal → Salah, karena asam valproat diberikan bila kejang refrakter terhadap benzodiazepin dan fenitoin, bukan terapi lini pertama.

Kunci jawaban: C.

Soal 3

Seorang pria 35 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan mulut tampak mencong ke kiri dan sulit menutup mata kanan sejak satu hari terakhir. Pasien merokok, sering terpapar pendingin udara, dan bekerja sebagai sopir malam hari. Pemeriksaan fisik menunjukkan asimetri wajah saat tersenyum, tidak dapat mengangkat alis kanan, dan tidak ada kelemahan anggota gerak. Riwayat hipertensi, diabetes, dan infeksi telinga disangkal.

Manakah upaya promosi kesehatan yang paling tepat untuk pencegahan Bell’s palsy pada populasi berisiko di komunitas?

a. Menganjurkan vaksinasi influenza secara rutin
b. Mengedukasi untuk menghindari paparan udara dingin secara langsung
c. Menyarankan konsumsi vitamin C dosis tinggi harian
d. Menganjurkan penggunaan pelindung wajah saat berkendara
e. Mengedukasi pembatasan asupan garam harian

PEMBAHASAN
Penjelasan opsi jawaban:

A. Menganjurkan vaksinasi influenza secara rutin → Salah, karena belum ada bukti kuat bahwa vaksinasi influenza secara khusus mencegah Bell’s palsy.
B. Mengedukasi untuk menghindari paparan udara dingin secara langsung → Benar, karena paparan udara dingin pada wajah merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dicegah, terutama pada individu yang bekerja malam atau sering terpapar AC.
C. Menyarankan konsumsi vitamin C dosis tinggi harian → Salah, karena vitamin C tidak terbukti secara klinis mencegah Bell’s palsy.
D. Menganjurkan penggunaan pelindung wajah saat berkendara → Salah, karena pelindung wajah lebih relevan untuk trauma dan bukan pencegahan Bell’s palsy akibat paparan dingin langsung.
E. Mengedukasi pembatasan asupan garam harian → Salah, karena asupan garam tidak berhubungan dengan kejadian Bell’s palsy.

Kunci jawaban: C.

Soal 4

Seorang wanita 42 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan pusing berputar hebat sejak dua hari lalu. Keluhan memberat saat bergerak dan disertai mual-muntah, tanpa gangguan pendengaran atau tinitus. Riwayat hipertensi disangkal, suhu tubuh normal, dan tidak didapatkan kelemahan anggota gerak maupun diplopia. Pemeriksaan neurologis dalam batas normal. Sebelumnya pasien hanya beristirahat di rumah.

Manakah tatalaksana awal yang paling tepat untuk pasien ini di pelayanan primer?

a. Memberikan antibiotik oral spektrum luas
b. Merujuk segera ke rumah sakit terdekat
c. Memberikan antihistamin dan fisioterapi vestibular
d. Memberikan kortikosteroid oral dosis tinggi
e. Menyarankan tirah baring total selama 1 minggu

PEMBAHASAN
Penjelasan opsi jawaban:

A. Memberikan antibiotik oral spektrum luas → Salah, karena neuritis vestibularis umumnya disebabkan oleh infeksi virus, sehingga antibiotik tidak diperlukan.
B. Merujuk segera ke rumah sakit terdekat → Salah, karena pasien tanpa gejala neurologis fokal atau risiko tinggi dapat ditangani di pelayanan primer dengan terapi simptomatik.
C. Memberikan antihistamin dan fisioterapi vestibular → Benar, karena terapi awal meliputi antihistamin untuk mengurangi vertigo serta fisioterapi vestibular untuk mempercepat kompensasi sentral dan pemulihan keseimbangan.
D. Memberikan kortikosteroid oral dosis tinggi → Salah, karena bukti manfaat kortikosteroid pada neuritis vestibularis masih terbatas dan tidak direkomendasikan sebagai terapi rutin.
E. Menyarankan tirah baring total selama 1 minggu → Salah, karena imobilisasi memperlambat pemulihan; mobilisasi dini dan latihan vestibular justru dianjurkan.

Kunci jawaban: C.

Soal 5

Seorang pria 33 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sakit kepala hebat, demam ringan, dan penurunan kesadaran sejak dua hari. Ia memiliki riwayat HIV positif dan tidak rutin kontrol. Pada pemeriksaan, ditemukan leher kaku, demam 37,8°C, serta tampak lesu. Pasien belum mendapatkan pengobatan apapun. Tidak ditemukan tanda-tanda fokal neurologis lain.

Manakah tatalaksana awal yang paling tepat untuk kasus ini di pelayanan primer?

a. Memberikan antiretroviral kombinasi segera
b. Merujuk ke psikiater untuk evaluasi lanjutan
c. Merujuk ke rumah sakit rujukan dengan pemberian oksigen dan cairan intravena
d. Memberikan kortikosteroid dosis tinggi
e. Memberikan antikonvulsan profilaksis

PEMBAHASAN
Penjelasan opsi jawaban:

A. Memberikan antiretroviral kombinasi segera → Salah, karena terapi antiretroviral pada kasus infeksi oportunistik berat harus diberikan setelah infeksi akut ditangani agar tidak memperburuk kondisi neurologis.
B. Merujuk ke psikiater untuk evaluasi lanjutan → Salah, karena gejala utama berupa penurunan kesadaran dan kaku kuduk lebih sesuai dengan infeksi sistem saraf pusat, bukan gangguan psikiatri.
C. Merujuk ke rumah sakit rujukan dengan pemberian oksigen dan cairan intravena → Benar, karena pasien AIDS dengan gejala infeksi saraf pusat (misal meningitis) perlu penanganan spesialistik segera, sambil distabilkan dengan terapi suportif dasar di pelayanan primer.
D. Memberikan kortikosteroid dosis tinggi → Salah, karena pemberian kortikosteroid tanpa diagnosis pasti justru dapat memperburuk infeksi oportunistik.
E. Memberikan antikonvulsan profilaksis → Salah, karena tidak ada riwayat atau tanda kejang, sehingga antikonvulsan profilaksis tidak diindikasikan.

Kunci jawaban: C.